Minggu, 22 Januari 2012

Tank vs Kursi



Sewaktu awal Perang Dunia II Jerman dengan cepat menguasai daratan Eropa.
Perancis, negara terkuat di daratan Eropa Barat, dengan cepat ditundukkan militer Jerman. Hanya Rusia dan Inggris, dua negara besar musuh Jerman di Eropa, yang beruntung tak dikuasai. Kunci keberhasilan itu terletak pada pendayagunaan Tank, mesin perang yang ditemukan Inggris (diselundupkan dengan label 'Water Tank') di Perang Dunia I, sedemikian rupa yang juga didukung peralatan perang lainnya hingga memunculkan apa yang dinamakan konsep 'Blitzkrieg', Perang Kilat.

Rusia beruntung, meski nyaris takluk, diselamatkan musim dingin yang kejam dan kesalahan taktik militer Hitler yang tidak segera mencaplok Moskwa yang tinggal sekian kilometer. Inggris beruntung karena dikelilingi lautan dan tertolong insiden Kapal Lusitania yang segera mengundang Amerika Serikat masuk medan perang.

Dari Perang Dunia II bisa kita lihat modernisme bisa melahirkan alat-alat yang sedemikian rupa efektif memengaruhi jalannya perang. Dunia melihat betapa Jerman begitu maju dalam teknologi perang. Roket, senapan serbu, pesawat tempur jet, bahkan nyaris bom atom dipelopori bangsa Jerman. Tank dan kapal selam, meski tidak ditemukan Jerman, tapi banyak disumbang inovasi bangsa Jerman dan jadi preseden dunia dalam pengembangannya saat ini. Dari sini kita perlu akui Jerman hebat dalam rekayasa teknik. Mungkin utamanya teknologi peperangan. Negara-negara barat sendiri banyak 'mencuri' dari Jerman mengingat persenjataan adalah isu yang sensitif, ekslusif, sehingga tidak akan banyak yang bisa menguasai dan rela membagikannya dengan cuma-cuma.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ini lain cerita dengan kursi. Jerman tidaklah memonopoli keunggulan perabot tersebut. Ada bangsa-bangsa lain yang lebih dikenal soal produk-produk itu seperti negara-negara Skandinavia dan Italia. Kursi juga bukan barang sensitif dan ekslusif. Hampir semua bangsa bisa memproduksi sendiri. Tentu dengan karakteristik beda-beda tiap bangsa. Juga kualitas beda-beda tiap pembuat.

Kursi juga bukan benda strategis yang keberadaannya akan mempengaruhi kelangsungan hidup sebuah nyawa, apalagi bangsa. Mungkin Oleh karena itu siapapun boleh membuatnya sendiri dan langsung menggunakannya tanpa perlu izin dan ujicoba berlapis-lapis. Kebutuhan kursi tidaklah mendasar seperti halnya pakaian dan rumah. Kursi dibeli jika memang dana masih berlebih setelah memenuhi kebutuhan primer, mungkin termasuk setelah membeli smartphone. Tak ada kursi, tak hilang akal, masih bisa menggunakan benda apapun yang bisa diduduki. Mungkin beberapa bahkan lebih senang lesehan duduk di lantai yang tak kalah mewah rasanya layaknya restoran-restoran Jepang yang elit.

Meski kursi bukan benda yang strategis tapi bukan berarti tak perlu pengembangan serius. Untuk soal keseriusan pengembangan hingga menghasilkan produk berkualitas ternyata pun Indonesia telah melakukannya. Tengok misalnya kursi Accupunto karya Leonard Theosabrata yang dapat penghargaan di mana-mana, termasuk di Jerman yang terkenal dengan rekayasa teknik hampir di semua lapis. Tengok juga misalnya berapa banyak kursi-kursi produk dalam negeri yang diekspor ke mancanegara dan ini tentu lebih membanggakan daripada ekspor komoditas barang mentah yang diandal-andalkan pemerintah yang tak ada nilai tambah kreativitas manusia di situ.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kembali lagi ke soal perang. Harus diakui bahwa peralatan perang bangsa kita telah jauh ketingalan dari negara tetangga. Sebagian besar bahkan lebih tua daripada usia tentara-tentara yang mengawakinya. Ketika TNI ingin membeli sebuah alat perang modern meski itu bekas maka itu artinya mereka sudah sangat butuh. Tentara-tentara itu ketika mengajukan kebutuhan senjatanya lahir dari kajian mendalam juga berdasar pengalaman nyata di lapangan, baik ketika perang sungguhan maupun sekedar latihan bersama negara tetangga. Mereka sadar banyak yang dipertaruhkan di balik senjata-senjata itu. Tentara kita juga sudah sadar bahwa senjata yang mereka beli harus juga bisa dibuat di dalam negeri. Bisa kita lihat dari rencana-rencana pembelian senjata akhir-akhir ini yang hampir semua mencantumkan Transfer of Technology (ToT). Bahkan meskipun bekas sekalipun tetap harus ada ToT seperti untuk soal upgrade dan suku cadang. Ini semangatnya tentu beda dengan zaman Orba dulu yang pembeliannya ditentukan politisi dan oportunis bisnis yang tak pernah berlelah-lelah di medan perang. Tidak ada ribut-ribut tapi TNI kecewa senjatanya tak sesuai kebutuhan mereka.  

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Sekarang ke isu saat ini.
Saya heran, mungkin sebagian besar rakyat Indonesia pun heran, mengapa DPR memilih kursi buatan Jerman, Vitra ID Trim dan Vitra ID Trim L,  untuk Ruang Badan Anggaran (Banggar)?
Bukankah untuk kursi rapat kita sudah mampu bikin?
Dan bukankah dengan impor dari negara yang jauh akan meningkatkan cukup banyak biaya pembelian? 
Jadi apa alasan kuat (keberadaan) Vitra ID Trim dan Vitra ID Trim L di ruang Banggar?

Dan saya geram bukan main dengan DPR yang ribut sekali ketika TNI ingin membeli 100 Tank Leopard 2A6 buatan Jerman. Bangsa kita belum bisa bikin tank kelas berat seperti ini. Meski bekas pakai Belanda dan dijual dengan harga murah namun keunggulan tank tempur utama yang sudah diakui dunia ini tetap terjaga. Dan TNI kita bukanlah orang-orang bodoh berkepentingan jangka pendek. Mereka kaji mendalam, pertimbangkan kebutuhan tentaranya di lapangan, perkembangan kawasan regional, berapa anggaran negara, dan apa manfaatnya buat industri dalam negeri. Itu sebab dari rencana 100 yang dibeli, 50 masih berupa model lama 2A4, yang memungkinkan industri dalam negeri seperti Pindad terlibat meng-upgrade jadi 2A6 hingga totalnya 100. Ini bisa memangkas biaya riset dan lama waktu untuk menciptakan Tank Tempur Utama (MBT, Main Battle Tank) sendiri dibanding jika semua dimulai dari nol (bisa merujuk pada kemandirian senapan serbu yang dulu lisensi FN dari Belgia, juga teknologi pesawat terbang yang kerjasama dengan berbagai negara. Panser Anoa pun berbasis VAB buatan Perancis yang sudah dimiliki TNI). Ini belum soal amunisi canggih meriam tank kaliber 122 mm yang ternyata sudah bisa dibuat di Pindad yang otomatis akan menggerakkan roda ekonomi dalam negeri.

Jendral-jendral kita sadar. Sewaktu Perang Teluk 1991 pecah akibat Invasi Irak ke Kuwait, tak ada satupun tank Amerika Serikat yang ditembak hancur tank-tank berat Irak. Tank Amerika menembak lebih dulu tank-tank Irak jauh sebelum tank-tank Irak itu sadar posisi keberadaan musuh mereka. Tank tempur utama andalan Irak adalah T-72 buatan Rusia dan tank tempur utama Amerika Serikat adalah M1A1 Abrams. Indonesia sampai saat ini belum punya tank tempur utama dan masih bertumpu pada tank jenis AMX-13 buatan tahun 1950-60-an juga tank ringan Scorpion buatan 1990-an dan ini jelas di bawah kemampuan T-72 Irak. Sementara negara-negara tetangga saat ini telah dilengkapi tank tempur utama yang lebih baik dari M1A1 Abrams punya Amerika sewaktu Perang Teluk 1991. Maka mungkin dari situ rakyat Indonesia masih bisa memaklumi rencana pembelian tank Leopard 2A6 yang kemampuannya lebih baik dari tank tempur utama andalan Amerika Serikat saat ini.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Ada yang tanya, mengapa tak kita beli tank yang baru sekalian?
Sederhana: dana kita tak cukup untuk itu karena habis dibakar jadi asap di dalam kemacetan jalanan-jalanan kota kita dan habis untuk membeli 'kursi-kursi kekuasaan'.

Sekarang saya tanya: Siapa yang begitu bodoh memilih Vitra ID Trim dari Jerman untuk DPR kita?

Kita butuh tank Jerman, bukan kursi Jerman.





===================================================================

Jika ingin tahu lebih lanjut: 
http://www.decorouscontract.com/index.php?page=shop.browse&option=com_virtuemart&Itemid=56&vmcchk=1&Itemid=56
http://en.wikipedia.org/wiki/Leopard_2
http://en.wikipedia.org/wiki/AMX-13
http://hankam.kompasiana.com/2011/01/25/sekarang-sudah-saatnya-tni-ad-diperkuat-main-battle-tank/
http://politik.kompasiana.com/2010/04/05/tank-panser-dan-peperangan-pada-masa-kini/
http://www.youtube.com/watch?v=3uVXZS6oEhg
http://indomiliter.wordpress.com/2009/08/10/amx-13-tank-tempur-utama-tni-ad/

3 komentar: